A. Pengertian Belajar Menurut Aliran
Sibernetik
Teori belajar sibernetik
merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan
perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar
adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan
teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses
belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi
adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa (Budiningsih,
2008: 81).
Asumsi lain dari teori sibernetik
adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi,
dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh
sistem informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa
dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan
dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Hakekat manajemen pembelajaran
berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa
mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur
kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui
proses pengolahan informasi. Proses pengolahan informasi adalah sebuah
pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory. Model proses
pengolahan informasi memandang memori manusia seperti komputer yang mengambil
atau mendapatkan informasi, mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi,
kemudian menyimpannya dan menampilkan kembali informasi pada saat dibutuhkan.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana
suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan
kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan
sejumlah teori dan model pemrosesan informasi oleh Snowman (1986); Baine
(1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada asumsi:
a.
Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan
pemrosesan informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan waktu
tertentu.
b.
Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan
mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
c.
Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas
(Budiningsih, 2005: 82)
dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen struktural
dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol) antara lain:
a.
Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor (SR) merupakan
sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Didalam SR informasi
ditangkap dalam bentuk asli, informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang
sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
b.
Working Memory (WM)
Working Memory(WM) diasumsikan
mampu menangkap informasi yang diberikan perhatian (attention) oleh individu.
Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakter WM adalah
bahwa:
1). Ia memiliki kapasitas
yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi didalamnya hanya mampu bertahan
kurang lebih 15 detik apabila tanpa pengulangan.
2). Informasi dapat disandi dalam
bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.
c.
Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM)
diasumsikan:
1) berisi semua pengetahuan yang
telah dimiliki oleh individu,
2) mempunyai kapasitas tidak
terbatas, dan
3) bahwa sekali informasi disimpan dalam LTM ia tidak akan
pernah terhapus atau hilang. Persoalan “lupa” pada tahapan ini disebabkan oleh
kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini
berarti, jika informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses
penelusuran dan pemunculan kembali informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh
Howard (1983) bahwa informasi disimpan didalam LTM dalam dalam bentuk
prototipe, yaitu suatu struktur representasi pengetahuan yang telah dimiliki
yang berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Dengan ungkapan lain, Tennyson
(1989) mengemukakan bahwa proses penyimpanan informasi merupakan proses
mengasimilasikan pengetahuan baru pada pengetahuan yang dimiliki, yang
selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan (Budiningsih, 2005: 84).
B. Teori Belajar Menurut Beberapa Tokoh
Aliran Sibernetik
1. Teori Belajar Menurut Landa
Landa membedakan
dua macam proses berfikir, yaitu proses berfikir algoritmik dan proses berfikir
heuristik.
a. Proses
berfikir algoritmik, yaitu proses berfikir yang sistematis, tahap demi tahap,
linier, konvergen, lurus menuju kesatu tujuan tertentu.
b. Proses
berfikir heuristik, yaitu cara berfikir devergen, menuju kebeberapa target
tujuan sekaligus (Budiningsih, 2005:
87).
Proses belajar akan
berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak dipelajari atau masalah
yang hendak di pecahkan diketahui ciri-cirinya. Materi pelajaran tertentu akan
lebih tepat disajikan dalam urutan yang teratur, linier, sekuensial, sedangkan
materi pelajaran lainnya akan lebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka”
dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajenasi dan berfikir.
Misalnya, agar
siswa mampu memahami suatu rumus matematika, mungkin akan lebih efektif jika
presentasi informasi tentang rumus tersebut disajikan secara algoritmik.
Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya mengikuti aturan tahap demi
tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun untuk
memahami makna suatu konsep yang lebih luas dan banyak mengandung intrepetasi,
misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses berfikir
siswa dibimbing kearah yang “menyebar”
atau berfikir heuristik, dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu
tidak tunggal, monoton, dogmatik, atau linier.
2. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Pask dan scott juga termasuk penganut teori sibernetik.
Menurut mereka ada dua macam cara berfikir, yaitu cara berfikir serialis dan
cara berfikir wholist atau menyeluruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya
memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan
sebagai cara berfikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan cara berfikir
heuristik. Bedanya, cara berfikir menyeluruh adalah berfikir yang cenderung
melompat kedepan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat
melihat lukisan, bukan detail-detail yang diamati lebih dahulu, melainkan
seluruh lukisan itu sekaligus baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih
detail. Sedangkan cara berfikir heuristik yang dikemukakan oleh Landa adalah
cara berfikir devergen mengarah kebeberapa aspek sekaligus (Budiningsih, 2005:
88).
Siswa tipe wholist atau menyeluruh biasanya dalam
mempelajari sesuatu cenderung dilakukan dari tahap yang paling umum kemudian
bergerak ke yang lebih khusus atau detail. Sedangkan siswa tipe serialist dalam
mempelajari sesuatu cenderung menggunakan cara berfikir secara algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik
karena tidak secara langsung membahas tentang proses belajar sehingga
menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan
informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan
pemahaman akan mekanisme ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk
menerapkan teori ini. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah infomasi,
pemikir, dan pencipta. Berdasarkan pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa
manusia merupakan mahluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan
informasi.
Asumsi diatas direfleksikan dalam model belajar dan
pembelajaran yang menggambarkan proses mental dalam belajar yang terstuktur
membentuk suatu sistem kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan
prinsip-prinsip belajar seperti:
1) Proses mental
dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
2) Proses mental
tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
3) Proses mental
bermuara pada pengorganisasian pengaktulisasian informasi.
C. Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam
Pembelajaran
Teori belajar pengolahan
informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar
adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan
perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja
manusia mempunyai kapasitas yang terbatas, oleh karena itu untuk mengurangi
muatan memori kerja, perlu memperhatikan kapabilitas belajar, peristiwa
pembelajaran, dan pengorganisasian atau urutan pembelajaran. Belajar bukan
sesuatu yang bersifat alamiah, namun terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu,
yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. Sehubungan hal tersebut, maka
pengelolaan pembelajaran dalam teori belajar sibernetik, menuntut pembelajaran
untuk diorganisir dengan baik yang memperhatikan kondisi internal dan kondisi
eksternal.
Berdasarkan
deskripsi proses pengolahan informasi yang terjadi merupakan interaksi faktor
internal dan eksternal dari peserta didik, maka aplikasi pengelolaan kegiatan
pembelajaran berbasis teori sibernetik yang baik untuk dilakukan bagi pendidik
agar dapat memperlancar proses belajar peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Menarik perhatian.
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada
siswa.
3. Merangsang ingatan pada prasyarat
belajar.
4. Menyajikan bahan perangsang.
5. Memberikan bimbingan belajar.
6. Mendorong unjuk kerja.
7. Memberikan balikan informatif.
8. Menilai unjuk kerja.
9. Meningkatkan retensi dan alih belajar
(Budiningsih, 2008: 90).
Menurut Suciati dan
Irawan (dalam Budiningsih, 2008: 92) aplikasi teori belajar sibernetik dalam
kegiatan pembelajaran baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2. Menentukan materi pembelajaran.
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung
dalam materi pelajaran.
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai
dengan sistem informasi tersebut.
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan
yang sesuai dengan sistem informasinya.
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa
belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.
D. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar
Sibernetik
v
Kelebihan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori
pemrosesan informasi adalah:
1.
Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
2.
Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
3.
Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
4.
Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan
yang ingin dicapai.
5.
Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang
sesungguhnya.
6.
Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama
masing-masing individu.
7.
Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang
tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang
diharapkan.
v
Sedangkan kelemahan
dari teori ssibernetik adalah terlalu menekankan pada sistem informasi yang
dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar. Tidak secara
langsung membahas tentang proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan.
Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi denganmencoba
melihat mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme
ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini.
E. Model Pembelajaran yang Sesuai dengan
Aliran Sibernetik
Menurut teori
sibernetik dikatakan proses belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi
yang dipelajari. Hal ini diasumsikan bahwa tidak ada satu proses
belajarpun yang ideal untuk segala
situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan
oleh sisitem informasi. Maka dari itu pemilihan model sebagai sarana pengolahan
informasi harus melihat karakteristik siswa yang dihadapi.
Contoh : Materi
segiempat (SMP kelas VIII) diajarkan menggunakan model Jigsaw jika karakter
peserta didik bisa bekerja secara mandiri, namun lebih baik menggunakan STAD
jika siswanya belum bisa bekerja secara mandiri.
Model pembelajaran yang sesuai dengan aliran sibernetik,
antara lain:
a. Model
pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
Dalam pembelajaran kooperatif, guru memberikan stimulus
berupa kuis atau pertanyaan-pertanyaan sebagai tes kemampuan prasyarat siswa,
sehingga siswa aktif berfikir. Dan belajar menurut sibernetik adalah pengolahan
informasi oleh siswa. Pengolahan informasi ini terjadi karena adanya stimulus
dari guru yang berupa informasi.
b. Model
pembelajaran open ended
Tujuan dari pembelajaran open-ended menurut Nohda (dalam
Suherman, 2003: 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan
pola pikir matematis siswa melalui problem solving secara simultan. Dengan kata
lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus dikembangkan
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Hal yang harus
digarisbawahi adalah perlunya memberi kesempatan siswa untuk berfikir dengan
bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh dengan
ide-ide matematika ini pada gilirannya akan memacu kemampuan berfikir tingkat
tinggi siswa.
Ini sejalan dengan hakekat manajemen pembelajaran
berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa
mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur
kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui
proses pengolahan informasi.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar teman , karena negara ini bebas berpendapat namun adakala peraturan nya yaitu sopan dan tidak mengandung sara , terimakasih atas partisipasinya :)