TEORI BELAJAR BEHAVIORIS



DEFINISI
Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
TOKOH-TOKOH ALIRAN BEHAVIORIS
Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori Koneksionisme
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).
            Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.
            Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
S             R             S1             R1             dst

Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
1.    Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskanPrinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain.
Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
2.    Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3.    Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah  jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian. Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a.    Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response).
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b.    Hukum Sikap ( Set/ Attitude).
Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c.    Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element).
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).
d.    Hukum Respon by Analogy.
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.
e.    Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :
1.    Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
2.    Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
3.    Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4.    Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaiyu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936).
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaanny terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang didinkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.   
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dpat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehar-jhari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak ada lagu trsebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lai adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.    
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

Burrhus Frederic Skinner (1904-1990).

Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an Analysis of Behavior”.  Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan lantai yanga dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar untuk mencari makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
1.    Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar diberi penguat.
2.    Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3.    Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4.    Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
5.    dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6.    Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
7.    Dalam pembelajaran digunakan shaping.

Robert Gagne ( 1916-2002).

Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang terkenal dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkanpada yanglebih kompleks ( belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi(belajar aturan danpemecahan  masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.

Albert Bandura (1925-masih hidup).

Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare  alberta berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:
1.    Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
2.    Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
3.    Reprodukdi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4.    Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.


Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip prinsip sebgai berikut:
1.    Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
2.    Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3.    Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.

Karena melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan  penyimpangan psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku.
Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.

KEKURANGAN
1.      Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
2.      Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
3.      Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
4.      Murid  berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif
5.      Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa
6.      Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.

KELEBIHAN
1.      Membiasakan guru untuk bersikap  jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2.      Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
3.      Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan
4.      Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

DAMPAK TEORI BEHAVIORIS TERHADAP PEMBELAJARAN
Berbeda dengan disiplin mental, teori behaviorisme dalam pendidikan memiliki sejumlah besar pengikut sehingga memiliki implikasi yang nyata dalam pembelajaran. Bahkan harus diakui banyak pendidik diseluruh belahan dunia ini yang masih mempraktekan aliran behaviorisme. Teori bihaviorisme dengan model hubungan S-R mendukung siswa sebagai individu yang pasif.
Pembelajaran yang berpijak yang dirancang berdasarkan teori behaviorisme memandang pengetahuan bersifat objektif, tetap, pasti dan tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar merupakan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama tentang pengetahuan yang diajarkan. Proses berpikir utama siswa adalah “meng-copy and paste” pengetahuan seperti apa yang dipahami pengajar.
Dalam proses belajar mengajar siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pengajar.  Oleh karena itu, kurikulum dikembangkan secara terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus diraih oleh siswa. Dalam penilaian (asesmen) hasil tes tulis, hasil uji kinerja yang dapat diamati (observable), sehingga hal-hal yang tidak teramati seperti sikap, minat, bakat, motivasi dan sebagainya kurang dijangkau oleh penilaian.
Langkah-langkah pembelajaran yang  berpijak  pada teori behaviorisme dan digunakan untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Pembalajaran (RPP) atau Rencana Pembalajaran (RP), antara lain seperti yang dinyatakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) esensinya meliputi:
a)      Menentukan tujuan pembelajaran, jika berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompensasi (KBK) yang juga dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) hal ini dimulai dengan pemilihan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang harus dikuasai pembelajar, kemudian merumuskan indicator dan tujuan pembelajaran untuk mencapai standar tersebut.
b)      Menganalisis lingkungan kelas terutama adalah melakukan identifikasi perilaku awal (entry behavior) siswa. Hal ini dapat dilihat sebagai hasil refleksi atau penilaian terhadap materi pembelajaran terkait sebelumnya.
c)      Menentukan materi pelajaran (hal ini berbeda dengan sekuen KBK/KTSP);
d)     Merinci materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, subpokok bahasan, topic, dan lain-lain;
e)      Menyajikan materi  pelajaran, meliputi kegiatan pembukaan, inti dan penutup;
f)       Memberikan stimulus, rangsangan, dapat berupa pertanyaan, tes/kuis, latihan, dan tugas-tugas.
g)      Mengamati dan mengkaji serta menilai respon yang diberikan siswa.
h)      Memberikan penguatan (reinforcement) ataupun hukuman atau negative reinforcement;
i)        Memberikan stimulus baru berdasarkan penilaian terhadap respon sebelumnya;
j)        Mengamati, mengkaji, dan menilai respon baru yang diberikan oleh siswa.
k)      Bila dirasa tujuan pembelajaran telah dicapai dapat diberikan penilaian akhir.

Sementara itu para ahli psikologi pendidikan sepakat bahwa pembelajaran menurut konsep behaviorisme berlangsung dengan tiga langkah pokok,yaitu:
1.      Tahap akuisisi, tahap perolehan pengetahuan. Dalam tahap ini siswa belajar tentang informasi baru;
2.      Tahap retensi, dalam tahap ini informasi atau keterampilan baru yang dipelajari dipraktikkan sehingga sehingga dapat mengingatnya selama suatu periode waktu tertentu. Tahap ini juga disebut tahap penyimpanan (storage stage), artinya hasil belajar disimpan untuk digunakan di masa depan;
3.      Tahap transfer. Seringkali gagasan yang disimpan dalam memori sulit diingat kembali saat akan digunakan di masa depan. Kemampuan untuk mengingat kembali informasi dan menggunakannya dalam situasi baru (yaitu mentransfernya dalam pembelajaran yang baru) tampaknya memang memerlukan bermacam-macam strategi, tetapi kelihatannya amat bergantung kepada ingatan kita terhadap informasi yang benar.

Implikasi dari teori behavioris dalam proses pembelajaran tetutama berupa dirasakan kurangnya memberi ruang gerakan yang lebih  bebas kepada siswa, sehingga kurang dapat berkreasi, melakukan inovasi, bereksperimentasi, melakukan eksplorasi untuk pembelajaran berhaviorisme amat bersifat mekanistik-otomatis dalam menghubungkan antara S dengan R, sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibat lanjutnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensinya




KRITIK ATAS TEORI BEHAVIORISME
Ada sejumlah kritik yang disampaikan oleh para ahli kependidikan sehubungan dengan kelemahan yang melekat dalam teori behaviorisme, diantara kritik-kritik itu sebaagi berikut:
1.    Behaviorisme tidak mengadaptasi berbagai macam jenis pembelajaran,  karena mngabaikan aktivitas pikiran.
2.    Behaviorisme tidak mamapu jenis pembelajaran, misalnya pengenalan terhadap pola-pola bahasa baru oleh  bahasa baru oleh anak-anak kecil, karena disini tidak ada mekanisme penguatan.
3.    Riset menunjukan bahwa binatang mampu mengadaptasikan pola penguatan mereka terhadap informasi baru.
4.    Seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks ,karena banyak variable atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan atau belajar yang berperan terhadap perilaku siswa, tetpi pengaruhnya atau perananya tidak sekedar hubungan stimulus –respons. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan  S-R.
5.    Pandangan behaviorisme juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walauipun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.
6.    Pandangan behaviorisme tidak memperhatikan pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang dapat diamati sebagai akibat hubungan S-R.
7.    Pandangan behaviorisme cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linear, konfirgen, tidak kreatif, dan tidak produktif.
8.    Bagi pendidik yang berpandangan agama sebagai landasan pendidikan anak manusia, behaviorisme dianggap bukan landasan pendidikan yang ideal, sebab menurut mereka aliran behaviorisme berciri pokok.
I.    Bersifat naturalistik yang menganggap dunia materi merupakan realitas yang sesungguhnya, segala sesuatunya dapat diterangkan melalui hukum-hukum alam, manusia tidak memiliki jiwa dan juga pikiran, yang ada hanyalah otak yang melakukan respons terhadap stimulus eksternal.
II.  Behaviorisme mengajarkan bahuwa manusia tidak lebih seperti mesin yang melkukan respons terhadap kondisi rangsangan tertentu. Pandangan pokok behaviorisme adalah bahwa pemikiran, perasaan, minat dan seluruh proses mental tidak mennentukan apa yang kita lakukan. Perilaku kita semata-mata produk dari suatu kondisioniung, suatu rangsangan. Kita hanya mesin biologis yang tidak menyadari apa yang kita lakukan, kita hanya bereaksi terhadap stimulus. Skinner menegaskan bahwa atribut manusia sebagai makhluk spiritual tidak pernah ada.
III. Secara konsisten behaviorisme berpandangan bahwa kita tidak perlu bertanggung jawab terhadap apa yang kita perbuat karena kita hanya mesin yang melakukan tanggapan terhadap berbagai rangsangan diluar kita, tapi pikiran dan jiwa, kita bereaksi dilingkungan kita untuk mencapai tujuan tertentu. Sosiobiologi, sejenis behaviorisme membandingkan manusia dengan computer, jika sampah yang masuk, maka sampah pula yang keluar.

SIMPULAN
·         Teori : Proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulis dan respon.
·         Tujuan : adanya perubahan tingkah laku pada peserta didik.
·         Metode : dibagi dalam bagian-bagian kecil sampai kompleks.
Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.berorientasi pada hasil yang dicapai, tidak menggunakan hukuman. 
·         Kekurangan : Sentral, bersikap otoriter, komunikasi satu arah. Guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari siswa. Pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru, mendengarkan dan menghafal. 
·         Penerapan : pada mata pelajaran yang membutuhkan praktek dan pembicaraan yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan, dan sebagainya. Misal dalam: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, olagraga,dll. 
·         Guru : guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi
·         Murid : melakukan sendiri apa yang menjadi instruksi dan melakukannya berulang-ulang sampai hasilnya baik. 
·         Evaluasi : Didasarkan pada perilaku yang dicapai sebagai hasil dari latihan yang dilakukan.                   

REFERENSI
Buku :
Baharuddin dan Wahyuni. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz: Jogjakarta.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Sumani, Mukhlas . 2011. Belajar dan pembelajaran. Remaja Rosdakarya:  Bandung.
Syah, Muhibbin.  2009. Psikologi Belajar. Raja Grafindo Pustaka:Jakarta.
Website :

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar teman , karena negara ini bebas berpendapat namun adakala peraturan nya yaitu sopan dan tidak mengandung sara , terimakasih atas partisipasinya :)

 

leave me alone please don't cry Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea