DEFINISI
Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga
disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang
berdasar pada proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme termasuk tindakan,
pikiran, atau perasaan dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini
berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal
atau konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua
teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara
proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang
diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu
adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara
konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan
hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun
eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau
dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan
ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
TOKOH-TOKOH ALIRAN BEHAVIORIS
Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori
Koneksionisme
Thorndike berprofesi sebagai seorang
pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas
Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di
Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational
Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence
(1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The
Social Order (1940).
Menurut
Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus
adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari
eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui
bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya
kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau
percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau
selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum
tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini
sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya
pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia
pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam
psikologi pendidikan.
Percobaan
Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan
diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara
otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh.
Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and
conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan
membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung
untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap
response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan
menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan
sebagai berikut:
S R S1 R1
dst
Dalam percobaan
tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk
mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja
kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan
kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali,
dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan
sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan
hukum-hukum belajar sebagai berikut :
1.
Hukum
Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu
perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan
kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah
belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera
dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik
pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila
hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan
prestasi memuaskanPrinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan
jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini
dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi
memuaskan.
Masalah pertama hukum law of readiness
adalah jika kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa
puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain.
Masalah kedua, jika ada kecenderungan
bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan.
Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasannya.
Masalah ketiganya adalah bila tidak ada
kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan.
Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasannya.
2.
Hukum
Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih
(digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi
antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih
kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya
tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama
dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan
semakin dikuasai.
3.
Hukum
akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila
akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah
jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat
atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang
disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan
diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan
panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah,
tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila
anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya,
ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Thorndike berkeyakinan
bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku
pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang
tanpa dipeantarai pengartian. Binatang melakukan respons-respons langsung dari
apa yang diamati dan terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).
Selanjutnya Thorndike
menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a.
Hukum
Reaksi Bervariasi (multiple response).
Hukum
ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang
menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat
dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b.
Hukum
Sikap ( Set/ Attitude).
Hukum
ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh
hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada
dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c.
Hukum
Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element).
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam
proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan
persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).
d.
Hukum
Respon by Analogy.
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam
melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu
sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan
situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan
unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur
yang sama maka transfer akan makin mudah.
e.
Hukum
perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan
dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara
bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang
sedikit demi sedikit unsur lama.
Selain
menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya thorndike
mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :
1.
Hukum
latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan
stimulus respon belum tentu diperlemah.
2.
Hukum
akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk
perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat
apa-apa.
3.
Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon
bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4.
Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada
bidang lain maupun pada individu lain.
Teori koneksionisme
menyebutkan pula konsep transfer of training, yaiyu kecakapan yang telah
diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain.
Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem
box-nya.
Ivan
Petrovich Pavlov (1849-1936).
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849
di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi
seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari
Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi.
Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan.
Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun
1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology
behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902)
dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau
persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaanny
terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus
bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov
dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana
gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan
hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas
atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.
Bertitik tolak dari
asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku
manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang didinkan. Kemudian Pavlov
mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala
kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan
percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga
kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu
makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kin sebelum makanan
diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru
makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang
demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya
memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar
pula.
Makanan adalah
rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan
menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut.
Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat,
bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov
menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata
diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Dari eksperimen Pavlov
setelah pengkondisian atau pembiasaan dpat diketahui bahwa daging yang menjadi
stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang
dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai
respon yang dikondisikan.
Apakah situasi ini
bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehar-jhari ada situasi
yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim
Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing,
tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa
menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila tidak
ada lagu trsebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan
dagangannya. Contoh lai adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau
tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu
membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay)
yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan
antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut
dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat
untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Burrhus
Frederic Skinner (1904-1990).
Seperti halnya
kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik
untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya
yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar,
ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi
diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The
Experimental an Analysis of Behavior”.
Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the
Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika
B.F. Skinner
berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model
instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant
conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme
melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar.
Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning
klasik.
Gaya mengajar guru
dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru
melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas
menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain
dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan
dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant
Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau
negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau
menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner membuat
eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium
Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut
“skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol,
alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan
lantai yanga dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar
untuk mencari makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari
box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal
diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan
si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan berbagai
percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur
terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang
terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif
dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku,
atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau
tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku
tidak senang.
Beberapa prinsip
Skinner antara lain :
1.
Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada
siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar diberi penguat.
2.
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang
belajar.
3.
Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4.
Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman.
Untuk itu lingkungan perlu diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
5.
dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan
aktifitas sendiri.
6.
Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi
hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel
Rasio rein forcer.
7.
Dalam
pembelajaran digunakan shaping.
Robert Gagne ( 1916-2002).
Gagne adalah seorang psikolog pendidikan
berkebangsaan amerika yang terkenal dengan penemuannya berupa condition of
learning. Gagne pelopor dalam instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam
training pilot AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori
instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar
berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk mendisain software
instruksional.
Gagne disebut sebagai
Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksioanal
pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan
paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam
hierarki ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang
harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana
dilanjutnkanpada yanglebih kompleks ( belajar SR, rangkaian SR, asosiasi
verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih
tinggi(belajar aturan danpemecahan
masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi
stimulus respon.
Albert Bandura (1925-masih hidup).
Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925
di Mondare alberta berkebangsaan Kanada.
Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif
sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen
Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari
orang dewasa disekitarnya.
Faktor-faktor yang
berproses dalam belajar observasi adalah:
1.
Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan
karakteristik pengamat.
2.
Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode
pengkodean simbolik.
3.
Reprodukdi motorik, mencakup kemampuan fisik,
kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4.
Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan
penghargaan terhadap diri sendiri.
Selain itu juga
harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip prinsip
sebgai berikut:
1.
Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan
diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku
secara simbolik kemudian melakukannya.
2.
Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika
sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3.
Individu akan menyukai perilaku yang ditiru
jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai
nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan
atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka Teori
Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku
agresi dan penyimpangan psikologi dan
bagaimana memodifikasi perilaku.
Teori Bandura menjadi
dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara
massal.
KEKURANGAN
1. Pandangan
behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi
pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan
behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati.
Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
2. Penerapan
teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan
bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi
berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari
murid.
3. Sebuah
konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah
siap.
4. Murid
berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif
5. Penggunaan
hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa
6. Murid
dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan guru.
KELEBIHAN
1. Membiasakan
guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2. Metode
behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang menbutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan,
spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
3. Guru
tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika
menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan
4. Teori
ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau
pujian.
DAMPAK
TEORI BEHAVIORIS TERHADAP PEMBELAJARAN
Berbeda dengan disiplin mental, teori behaviorisme dalam pendidikan
memiliki sejumlah besar pengikut sehingga memiliki implikasi yang nyata dalam
pembelajaran. Bahkan harus diakui banyak pendidik diseluruh belahan dunia ini
yang masih mempraktekan aliran behaviorisme. Teori bihaviorisme dengan model
hubungan S-R mendukung siswa sebagai individu yang pasif.
Pembelajaran yang berpijak yang dirancang berdasarkan teori behaviorisme
memandang pengetahuan bersifat objektif, tetap, pasti dan tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar merupakan transfer pengetahuan dari guru kepada
siswa. Siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama tentang pengetahuan yang
diajarkan. Proses berpikir utama siswa adalah “meng-copy and paste” pengetahuan
seperti apa yang dipahami pengajar.
Dalam proses belajar mengajar siswa dianggap sebagai objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pengajar. Oleh karena itu,
kurikulum dikembangkan secara terstruktur dengan menggunakan standar-standar
tertentu dalam proses pembelajaran yang harus diraih oleh siswa. Dalam
penilaian (asesmen) hasil tes tulis, hasil uji kinerja yang dapat diamati
(observable), sehingga hal-hal yang tidak teramati seperti sikap, minat, bakat,
motivasi dan sebagainya kurang dijangkau oleh penilaian.
Langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori
behaviorisme dan digunakan untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Pembalajaran
(RPP) atau Rencana Pembalajaran (RP), antara lain seperti yang dinyatakan oleh
Suciati dan Prasetya Irawan (2001) esensinya meliputi:
a) Menentukan
tujuan pembelajaran, jika berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompensasi (KBK) yang
juga dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) hal ini
dimulai dengan pemilihan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang
harus dikuasai pembelajar, kemudian merumuskan indicator dan tujuan
pembelajaran untuk mencapai standar tersebut.
b) Menganalisis
lingkungan kelas terutama adalah melakukan identifikasi perilaku awal (entry
behavior) siswa. Hal ini dapat dilihat sebagai hasil refleksi atau penilaian
terhadap materi pembelajaran terkait sebelumnya.
c) Menentukan
materi pelajaran (hal ini berbeda dengan sekuen KBK/KTSP);
d) Merinci
materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan,
subpokok bahasan, topic, dan lain-lain;
e) Menyajikan
materi pelajaran, meliputi kegiatan pembukaan, inti dan penutup;
f) Memberikan
stimulus, rangsangan, dapat berupa pertanyaan, tes/kuis, latihan, dan
tugas-tugas.
g) Mengamati
dan mengkaji serta menilai respon yang diberikan siswa.
h) Memberikan
penguatan (reinforcement) ataupun hukuman atau negative reinforcement;
i) Memberikan
stimulus baru berdasarkan penilaian terhadap respon sebelumnya;
j) Mengamati,
mengkaji, dan menilai respon baru yang diberikan oleh siswa.
k) Bila
dirasa tujuan pembelajaran telah dicapai dapat diberikan penilaian akhir.
Sementara itu para ahli psikologi pendidikan sepakat bahwa pembelajaran
menurut konsep behaviorisme berlangsung dengan tiga langkah pokok,yaitu:
1. Tahap
akuisisi, tahap perolehan pengetahuan. Dalam tahap ini siswa belajar tentang
informasi baru;
2. Tahap
retensi, dalam tahap ini informasi atau keterampilan baru yang dipelajari
dipraktikkan sehingga sehingga dapat mengingatnya selama suatu periode waktu
tertentu. Tahap ini juga disebut tahap penyimpanan (storage stage), artinya
hasil belajar disimpan untuk digunakan di masa depan;
3. Tahap
transfer. Seringkali gagasan yang disimpan dalam memori sulit diingat kembali
saat akan digunakan di masa depan. Kemampuan untuk mengingat kembali informasi
dan menggunakannya dalam situasi baru (yaitu mentransfernya dalam pembelajaran
yang baru) tampaknya memang memerlukan bermacam-macam strategi, tetapi
kelihatannya amat bergantung kepada ingatan kita terhadap informasi yang benar.
Implikasi dari teori behavioris dalam proses pembelajaran tetutama
berupa dirasakan kurangnya memberi ruang gerakan yang lebih bebas kepada
siswa, sehingga kurang dapat berkreasi, melakukan inovasi, bereksperimentasi,
melakukan eksplorasi untuk pembelajaran berhaviorisme amat bersifat
mekanistik-otomatis dalam menghubungkan antara S dengan R, sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot. Akibat lanjutnya siswa kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensinya
KRITIK
ATAS TEORI BEHAVIORISME
Ada sejumlah kritik yang disampaikan oleh para ahli kependidikan
sehubungan dengan kelemahan yang melekat dalam teori behaviorisme, diantara
kritik-kritik itu sebaagi berikut:
1.
Behaviorisme
tidak mengadaptasi berbagai macam jenis pembelajaran, karena mngabaikan
aktivitas pikiran.
2.
Behaviorisme
tidak mamapu jenis pembelajaran, misalnya pengenalan terhadap pola-pola bahasa
baru oleh bahasa baru oleh anak-anak kecil, karena disini tidak ada
mekanisme penguatan.
3.
Riset
menunjukan bahwa binatang mampu mengadaptasikan pola penguatan mereka terhadap
informasi baru.
4.
Seringkali
tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks ,karena banyak variable
atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan atau belajar yang berperan
terhadap perilaku siswa, tetpi pengaruhnya atau perananya tidak sekedar
hubungan stimulus –respons. Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan S-R.
5.
Pandangan
behaviorisme juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walauipun
mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.
6.
Pandangan
behaviorisme tidak memperhatikan pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsur-unsur yang dapat diamati sebagai akibat hubungan S-R.
7.
Pandangan
behaviorisme cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linear, konfirgen,
tidak kreatif, dan tidak produktif.
8.
Bagi
pendidik yang berpandangan agama sebagai landasan pendidikan anak manusia,
behaviorisme dianggap bukan landasan pendidikan yang ideal, sebab menurut
mereka aliran behaviorisme berciri pokok.
I.
Bersifat
naturalistik yang menganggap dunia materi merupakan realitas yang sesungguhnya,
segala sesuatunya dapat diterangkan melalui hukum-hukum alam, manusia tidak
memiliki jiwa dan juga pikiran, yang ada hanyalah otak yang melakukan respons
terhadap stimulus eksternal.
II. Behaviorisme mengajarkan bahuwa manusia
tidak lebih seperti mesin yang melkukan respons terhadap kondisi rangsangan
tertentu. Pandangan pokok behaviorisme adalah bahwa pemikiran, perasaan, minat
dan seluruh proses mental tidak mennentukan apa yang kita lakukan. Perilaku
kita semata-mata produk dari suatu kondisioniung, suatu rangsangan. Kita hanya
mesin biologis yang tidak menyadari apa yang kita lakukan, kita hanya bereaksi
terhadap stimulus. Skinner menegaskan bahwa atribut manusia sebagai makhluk
spiritual tidak pernah ada.
III. Secara konsisten behaviorisme berpandangan
bahwa kita tidak perlu bertanggung jawab terhadap apa yang kita perbuat karena
kita hanya mesin yang melakukan tanggapan terhadap berbagai rangsangan diluar
kita, tapi pikiran dan jiwa, kita bereaksi dilingkungan kita untuk mencapai
tujuan tertentu. Sosiobiologi, sejenis behaviorisme membandingkan manusia
dengan computer, jika sampah yang masuk, maka sampah pula yang keluar.
SIMPULAN
·
Teori :
Proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulis
dan respon.
·
Tujuan :
adanya perubahan tingkah laku pada peserta didik.
·
Metode :
dibagi dalam bagian-bagian kecil sampai kompleks.
Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi
kebiasaan.berorientasi pada hasil yang dicapai, tidak menggunakan
hukuman.
·
Kekurangan
: Sentral, bersikap otoriter, komunikasi satu arah. Guru melatih dan menentukan
apa yang harus dipelajari siswa. Pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat
dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru, mendengarkan dan
menghafal.
·
Penerapan
: pada mata pelajaran yang membutuhkan praktek dan pembicaraan yang mengandung
unsur-unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan, dan
sebagainya. Misal dalam: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
olagraga,dll.
·
Guru :
guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti
contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi
·
Murid :
melakukan sendiri apa yang menjadi instruksi dan melakukannya berulang-ulang
sampai hasilnya baik.
·
Evaluasi :
Didasarkan pada perilaku yang dicapai sebagai hasil dari latihan yang
dilakukan.
REFERENSI
Buku :
Baharuddin dan Wahyuni.
2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Ar-Ruzz: Jogjakarta.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Sumani, Mukhlas . 2011.
Belajar dan pembelajaran. Remaja Rosdakarya:
Bandung.
Syah, Muhibbin. 2009.
Psikologi Belajar. Raja
Grafindo Pustaka:Jakarta.
Website :