pendidikan manusia seutuh nya


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat  Allah SWT, karena atas segala perkenan dari Allah SWT tersebut, Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Pengantar Pendidikan.

Pada proses pembuatan makalah ini, kami menyadari akan segala kekurangannya, oleh karena itu kami menantikan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca, guna memperoleh hasil yang maksimal untuk penyajian makalah selanjutnya.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Bpk Dr. Sukotomo M.Pd selaku dosen pengajar dan pembimbing dari mata kuliah Pengantar Pendidikan yang telah memberi kepercayaan kepada kami semua untuk menyusun dan membuat makalah tentang “Pendidikan Manusia Seutuhnya”.

Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat.



Jakarta, April 2012

Penyusun


Kelompok 4



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

                   Disamping dasar (landasan) yuridis-konstitusional (GBHN), pendidikan manusia seutuhnya ini sesuai pula dengan konsepsi atau teori kejiwaan manusia menurut teori kepribadian dan psikologi Gestalt.

Teori ilmu jiwa mengajarkan bahwa kepribadian manusia merupakan satu kebulatan antara potensi-potensi lahir-batin bahkan juga jasmani dan penampilannya, antara lain sebagaimana dikatakan oleh Garrett :

                   “Dalam kenyataan, pengertian/definisi kepribadian menurut para ahli ilmu jiwa bukan hanya mencakup sifat (ciri, karakteristik) sebagaimana seseorang bertingkahlaku dalam kehidupan dan situasi sehari-hari, melainkan lebih ditekankan bersamaan dengan itu juga faktor-faktor jasmaniah, penampilan, intelegensi, bakat dan sifat karakteristika. Semuanya ini mencerminkan, walaupun dalam derajat yang berbeda-beda terhadap keseluruhan kualitas seseorang, yaitu bagi kesan orang lain terhadap dirinya.”

                   Membahas pendidikan manusia seutuhnya, sebenarnya adalah menganalisa secara konsepsional apa dan bagaimana perwujudan manusia seutuhnya itu. Konsepsi tradisional, seutuhnya ialah kebulatan atau integritas antara aspek jasmaniah dengan rohaniah, antara akal dengan keterampilan,. Atau lebih luas sedikit yakni konsepsi keseimbangan antara head (akal), heart (hati nurani), dan hand (keterampilan). Ada pula teori ilmu jiwa daya yang mengatakan bahwa daya jiwa seperti ingatan, pikiran, perasaan, tanggapan, dsb. saling berasosiasi.

Konsepsi manusia seutuhnya secara mendasar mencakup pengertian, sebagai berikut :

1.      Keutuhan potensi subyek manusia sebagai subyek yang berkembang.

2.      Keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai subyek yang sadar nilai (yang menghayati dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidupnya).


                   Konsepsi keutuhan potensi subyek manusia sebagai subyek yang berkembang. Kepribadian manusia lahir-batin ialah suatu kebulatan yang utuh antara potensi-potensi hereditas (bawaan) dengan faktor-faktor lingkungan (pendidikan, tatanilai, dan antar-hubungan). Potensi-potensi subyek manusia secara universal mancakup tujuh potensi:

1.      Potensi jasmaniah : fisik, badan, dan panca indera yang sehat (normal).

2.      Potensi pikir (akal, rasio, intelegensi, itelek)

3.      Potensi rasa (perasaan, emosi) baik perasaan etis, moral, maupun perasaan estetis.

4.      Potensi karsa (kehendak, kemauan, keinginan, hasrat, kecenderungan, nafsu)

5.      Potensi cipta (daya, cipta, kreativitas, fantasi, khayal, imajinasi)

6.      Potensi karya (kemampuan menghasilkan, kerja, amal, tindakan )

7.      Potensi budi-nurani


                   Konsepsi keutuhan wawancara (orientasi) manusia sebagai subyek yang sadar nilai. Tiap pribadi, terutama manusia yang dewasa dan berpendidikan yang mamadai, wajar mempunyai wawasan atas nilai-nilai dalam kehidupan. Manusia sebagai subyek nilai ialah pribadi yang menjunjung nilai, artinya menghayati, meyakini, mengamalkan, system nilai tertentu, baik secara sosial (masyarakat, negara), maupun secara pribadi (individu). Bahkan sesungguhnya prestasi dan kualitas pribadi, amat ditentukan olah penghayatan nila-nilai yang berlaku dalam lingkungan hidupnya.

                   Manusia bersikap, berpikir, bertindak, dan bertingkahlaku dipengaruhi oleh wawasan terhadap kehidupan dan nilai-nilai yang ada didalamnya. Wawasan tersebut mencakup :

1.      Wawasan dunia dan akhirat : manusia yakin bahwa kehidupan di dunia akan berakhir dengan kematian, dan pasti manusia mengalami kehidupan di akhirat.

2.      Wawasan individualitas dan sosial, secara berkeseimbangan. Kecenderungan “aku” (ego) yang berhadapan dengan realitas sosial (masyarakat, negara) mendorong manusia untuk dapat hidup harmonis.

3.      Wawasan jasmaniah dan rohaniah : kesadaran bahwa pribadi kita mempunyai kebutuhan jasmaniah seperti kesehatan, makanan yang bergizi, olahraga, rekreasi, istirahat, pakaian dsb. Juga kesadaran adanya kebutuhan rohaniah seperti menghayati nilai-nilai budaya, ilmu pengetahuan, kesenian, sastra, filsafat, dan nilai keagamaan.

4.      Wawasan masa lampau dan masa depan : kesadaran dimensi kesejahteraaan, masa lampau bangsa yang jaya dan penjajah yang menimbulkan penderitaan, kebodohan,

kemiskinan, semua keadaan ini memberikan kesadaran cinta bangsa dan kemerdekaan, motivasi berjuang demi cita-cita nasional, dsb.

                 

                  Keempat wawasan ini akan memberikan aspirasi dan motivasi bagi sikap dan tindakan seseorang menurut kadar kesadaran wawasannya masing-masing. Seseorang berbuat atau tidak atas suatu hal, banyak didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang bersumber atas ruang lingkup wawasan tersebut.



BAB II

PEMBAHASAN


                                 DASAR-DASAR, TUJUAN DAN IMPLIKASINYA


A. Dasar-dasar

     Prinsip pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung seumur hidup didasarkan atas berbagai landasan yang meliputi :

a.         Dasar-dasar filosofis :

Bahwa sesungguhnya secara filosofis (filsafat manusia) hakikat kodrat martabat manusia merupakan kesatuan integral segi-segi /potensi-potensi :

1.      Manusia sebagai makhluk pribadi

2.      Manusia sebagai makhluk sosial

3.      Manusia sebagai makhluk susila


b.        Dasar-dasar psikofisis :

Yang dimaksud dasar-dasar psikofisis ialah dasar-dasar kejiwaan dan kejasmaniaan manusia. Realitas psikofisis manusia menunjukkan bahwa pribadi manusia merupakan kesatuan antara :

a.       Potensi-potensi dan kesadaran rohaniah baik segi pikir, rasa, karsa, cipta, maupun budi-nurani.

b.      Potensi-potensi dan kesadaran jasmaniah yakni jasmani yang sehat, dengan pancaindera yang normal, yang secara fisiologis bekerjasama dengan system syaraf dan kejiwaan.

c.       Potensi-potensi psikofisis ini juga berada didalam suatu lingkungan hidupnya baik alamiah maupun sosial budaya.


c. Dasar-dasar Sosio-Budaya :

Tiap warga negara dan tiap generasi bangsa Indonesia merupakaan bagian dari tata nilai sosio-budaya yang juga pewaris dan penerus tata nilai tersebut. Sesi-segi sosio budaya bangsa itu mencakup:

a.       Tata nilai warisan budaya bangsa yang menjadi filsafat hidup rakyatnya seperti nilai Ketuhanan, kekeluargaan, musyawarah, mufakat, gotong-royong dan tenggang rasa.

b.      Nilai-nilai filsafat negaranya yaitu pancasila

c.       Nilai-nilai budaya dan tradisi bangsanya seperti bahasa nasional, adat istiadat, unsur-unsur kesenian dan cita-cita yang berkembang.

d.      Tata kelembagaan dalam hidup kemasyarakatan dan kenegaraan baik yang nonformal (paguyuban) maupun yang formal seperti lembaga negara menurut UUD (undang-undang dasar Negara).


Pendidikan berkewajiban menenamkan kesadaran penghayatan untuk mampu mengamalkan dan melestarikan tata nilai yang dimaksud, karena tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia di Indonesia. Ini berarti generasi muda wajib menyadari bahwa hidupnya ada didalam dan untuk tata-nilai tersebut. Bahkan pendidikan merupakan usaha dan lembaga untuk mewariskan dan melestarikan keseluruhan tata-nilai sosio-budaya bangsanya, disamping menguasai nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi.


B. Tujuan

Tujuan untuk pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup ialah:

a.       Untuk mengembangkan potensi keribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakekatnya, yakni seluruh sapek pembawaannya seoptimal mungkin. Dengan demikian secara potensial keseluruhan potensi manusia diisi kebutuhannya supaya berkembang secara wajar.

b.    Dengan mengingat proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia yang bersifat hidup dan dinamis, maka pendidikan wajar berlangsung selama manusia hidup.


C. Implikasi

Sebagai satu kewajiban yang mendasar dalam memandang hakekat pendidikan manusia dapat kita jelaskan segi implikasi ini sebagai berikut:

a. Pengertian implikasi:

                  Ialah akibat langsung atau konsekuensi dari suatu keputusan. Jadi sesuatu yang merupakan tindaklanjut dari suatu kebijakan atau keputusan.



 b. Segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur  hidup:

1.                   Manusia seutuhnya sebagai subyek didik atau sasaran didik;

2.                  Proses berlangsungnya pendidikan; yakni waktunya seumur hidup manusia.

c.       Isi yang dididikan:

Dengan mengingat potensi-potensi manusia seutuhnya itu (meliputi tujuh potensi), maka dapatlah dikembangkan wujud manusia seutuhnya itu dengan membina dan mengembangkan sikap hidup:

1.      Potensi Jasmani dan Pancaindera: Dengan mengembangkan sikap hidup (sehat, memelihara gizi makanan, olahrag yang teratur, istirahat yang cukup dan lingkungan hidup yang bersih).

2.      Potensi Pikir (Rasional): Dengan mengembangkan kecerdasan, suka membaca, belajar ilmu pengetahuan yang sesuai dengan minat mengembangkan daya pikir yang kritis dan objektif.

3.      Potensi perasaan dikembangkan:

·         Perasaan yang peka dan halus dalam segi moral dan kemanusiaan (etika) dengan menghayati tata niai Ketuhanan/keagamaan, kemanusiaan, sosial-budaya, filsafat.

·         Perasaan estetika dengan mengembangkan minat kesenian dengan berbagai segi, sastra dan budaya.

4.      Potensi Karsa atau kemauan yang keras dengan mengembangkan sikap rajin belajar atau bekerja, ulet, tabah menghadapi segala tantangan, berjiwa perintis (kepeloporan), suka berprakarsa termasuk hemat dan hidup sederhana.

5.      Potensi Cipta dengan mengembangkan daya kreasi dan imajinasi baik dari segi konsepsi pengetahuan maupun seni budaya (sastra, desain dan model).

6.      Potensi Karya: Konsepsi dan imaginasi tidak cukup diciptakan sebagai konsepsi semuanya diharapkan dapat dilaksanakan secara operasional (tindakan seperti amal atau karya yang nyata).

7.      Potensi Budi nurani:

Kesadaran Ketuhanan dan keagamaan, yaitu kesadaran moral yang meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berbudi luhur, atau insan kamil.

D. Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia


Sasaran pendidikan adalah manusia, sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensi hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau “aktualisasi”. Dari kondisi “potensi” menjadi wujud aktualisasi terdapat rentangan proses yang mengundang pendidikan untuk berperan dalam memberikan jasanya. Seseorang yang dilahirkan dengan bakat misalnya, memerlukan pendidikan untuk diproses menjadi seniman terkenal. Setiap manusia lahir di karunia “naluri” yaitu dorongan-dorongan yang alami (dorongan makan, seks, mempertahankan diri, dan lain-lain). Seandainya manusia dapat hidup hanya dengan naluri maka tidak bedanya ia dengan hewan. Hanya melalui pendidikan status hewani itu dapat diubah kearah status manusiawi. Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik tetapi dalam pelaksanaannya mungkin saja bisa terjadi kesalahan-kesalahan yang lazimnya disebut salah didik. Hal demikian bisa terjadi karena pendidik itu adalah manusia biasa, yang tidak luput dari kelemahan-kelemahan.


Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu :

1.      Pengembangan yang utuh

2.      Pengembangan yang tidak utuh


1.         Pengembangan yang utuh

                 Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannnya. Meskipun ada tendensi pandangan modern yang lebih cenderung memberikan tekanan lebih pada pengaruh faktor lingkungan. Optimisme ini timbul berkat pengaruh pengembangan iptek yang sangat pesat yang memberikan dampak pada peningkatan perekayasaan pendidikan melalui teknologi pendidikan.

            Namun demikian kualitas dari hasil akhir pendidikan sebenarnya harus dipulangkan kembali pada peserta didik itu sendiri sebagai subjek sasaran pendidikan. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup menghantar subjek didik menjadi seperti dirinya sendiri selaku anggota masyarakat.

Selanjutnya perkembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu : wujud,dimensi dan arahnya.

a.     Dari wujud dimensinya

           Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividuan, kesosialan, kesusilaan, daan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengembangan aspek jasmaniah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapatkan pelayanan secara seimbang. Meskipun diakui bahwa nilai manusia akhirnya ditentukan oleh kualitas berekembangnya aspek kerohaniannya seperti pandai, berwawasan luas, berpendirian teguh, bertenggang rasa, dinamis, kreatif, terlalu memandang bagaimana kondisi fisiknya, namun demi keutuhan pengembangan, aspek fisik tidak boleh diabaikan. Karena gangguan fisik dapat berdampak pada kesempurnaan perkembangan rohaniah.

           Pengembangan dimensi keindividuan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagaman dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapatkan pelayanan dengan baik, tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya. Dalam hal ini pengembangan dimensi keberagaman menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang disebut terdahulu.

           Pengembangan domain kognitif, afektif, dan psikomotor dikatakan utuh jika ketiga-tiganya mendapat pelayanan dan berimbang. Pengutamaan domain kognitif dengan mengabaikan pengembangan domain afektif, misalnya seperti terjadi pada kebanyakan sistem persekolahan dewasa ini hanya akan menciptakan orang-orang pintar yang tidak berwatak.


b.    Dari arah pengembangan

           Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan pada pengembangaan dimensi keindividuan, kesosialan, kesusilaan, dan keseragaman secara terpadu. Keempat dimensi tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika dianalisis satu persatu gambarannya sebagai berikut: pengembangan yang sehat terhadap dimensi keindividuan memberi peluang pada seseorang untuk mengadakan eksplorasi terhadap potensi-potensi yang ada pada dirinya, baik kelebihannya maupun kekurangannya. Segi positif yang ada ditingkatkan dan yang negatif dihambat. Pengembangan yang berarah konsentris ini bermakna memperbaiki diri atau meningkatkan martabat aku yang sekaligus juga membuka jalan kearah bertemunya suatu pribadi dengan pribadi yang lain secara selaras tanpa mengganggu otonomi masing-masing.

           Pengembangan yang sehat terhadap dimensi kesosialan yang lazim disebut pengembangan horizontal membuka peluang terhadap ditingkatkannya hubungan sosial diantara sesama manusia dan antara manusia dengan lingkungan fisik yang berarti memelihara kelestarian lingkungan disamping mengeksploitasinya. Pengembangan dimensi keindividualan serempak dengan kesosialan berarti membangun terwujudnya hakikat manusia sebagai makhluk monodualis.

           Pengembangan yang sehat dari dimensi kesusilaan akan menopang pengembangan dan pertemuan dimensi keindividuan dan kesosialan. Hal ini menjadi jelas jika terjadi keadaan yang sebaliknya. Bukankah tidak adanya kesusilaan akan memisahkaan hubungan antar manusia? Pengembangan yang sehat terhadap dimensi keberagaman akan memberikan landasan dari arah pengenbangan dimensi keindivuduan, kesosialan, dan kesusilaan.

           Pengembangan domain kognitif, afektif, dan psikomotor disamping keselarasannya (perimbangan antara ketiganya) juga perlu diperhatikan arahnya, yang dimaksud adalah arah pengembangan dari jenjang yang rendah kejenjang yang lebih tinggi. Pengembangan ini disebut pengembangan vertikal, sebagai contoh pengembangan domain kognitif dari kemampuan mengetahui, memahami, dan seterusnya sampai kepada kemampuan mengevaluasi. Pengembangan yang berarah vertikal ini penting, demi ketinggian martabat manusia sebagai makhluk.

           Dapat disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh yang berkembang secara selaras. Perkembangan yang dimaksud mencakup yang bersifat horizontal (yang menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertikal (yang menciptakan ketinggian martabat manusia). Dengan demikian secara totalitas membentuk manusia yang utuh.


2.         Pengembangan yang tidak utuh

            Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi didalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi keindividuan ataupun domain afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif. Demikian pula secara vertikal ada domain tingkah laku yang terabaikan penanganannya.

       Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.


E. Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya

      Sosok manusia indonesia seutuhnya telah dirumuskan didalam GBHN mengenai arah pembangunan jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan didalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, seperti pangan, sandang, pangan, papan, kesehatan ataupun kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, atau rasa keadilan, melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya sekaligus batiniah. Selanjutnya juga diartikan bahwa pembangunan itu merata diseluruh tanah air, bukan hanya untuk golongan atau sebagian dari masyarakat. Selanjutnya juga diartikan sebagai keselarasan hubungan antara manusia dengan tuhannya, antara sesama manusia, antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, keserasian hubungan antara bangsa-bangsa, dan juga keselarasan antara cita-cita hidup didunia dengan kebahagiaan diakhirat.


F. Konsep pendidikan manusia seumur hidup

            Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan bangsa dan watak bangsa. Pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komprehensif, yakni pendidikan kemampuan mental, pikir (rasio, intelek) kepribadiaan manusia seutuhnya. Untuk membina kepribadian demikian jelas memerlukan rentangan waktu yang relatif panjang, bahkan berlangsung seumur hidup.

            Konsepsi pendidikan seumur hidup mulai dimasyarakat melalui kebijaksanaan negara (Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional (penbangunan bangsa dan watak bangsa), antara lain:

Arah pembangunan jangka panjang

                   Pembangunan nasional dilaksanakan didalam rangka pembangunan manusia indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia.

Dalam Bab IV Bagian pendidikan, GBHN menetapkan:

                   Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.


Berdasarkan ketentuan mendasar ini, maka kebijaksanaan Negara kita menetapkan prinsip-prinsip :

1.      Pembangunan bangsa dan watak bangsa dimulai dengan membangun subyek manusia Indonesia seutuhnya, sebagai perwujudan manusia Pancasila. Tipe kepribadian ideal ini menjadi cita-cita pembangunan bangsa dan watak bangsa yang menjadi tanggungjawab seluruh lembaga Negara, bahkan tanggungjawab seluruh warga Negara untuk mewujudkannya.

2.      Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya secara khusus merupakan tanggungjawab lembaga dan usaha pendidikan nasional untuk mewujudkan melalui lembaga-lembaga pendidikan. Karena itu konsepsi manusia Indonesia seutuhnya ini merupakan konsepsi dasar tujuan pendidikan nasional Indonesia.


Kebijaksanaan pembangunan nasional tersebut khususnya dalam bidang pendidikan dapat kita mengerti bahwa secara konstitusional ketetapan ini wajib dilaksanakan oleh lembaga pendidikan. Artinya menjadi landasan kebijaksanaan untuk merencanakan pembinaan pendidikan nasional. Meskipun demikian wajar juga bila secara teoritis dan konsepsional kita memahami latar belakang dan tujuan konsepsi pendidikan seutuhnya ini.


Asas pendidikan seumur hidup ini bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah.


Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam diktum ini cukup mendasar dan luas, yakni meliputi asas-asas:

1.      Asas pendidikan seumur hidup, berlangsung seumur hidup, sehingga peranan subyek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.

2.      Lembaga pelaksana dan wahana pendidikan meliputi :

a.       Dalam lingkungan rumah tangga (keluarga), sebagai unit masyarakat pertama dan utama.

b.      Dalam lingkungan sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal.

c.       Dalam lingkungan masyarakat sebagai lembaga dan lingkungan pendidikan nonformal, sebagai wujud kehidupan yang wajar.

3.      Lembaga penanggungjawab pendidikan mencakup kewajiban dan kerjasama ketiga lembaga yang wajar dalam kehidupan, yaitu :

a.       Lembaga keluarga (orang tua).

b.      Lembaga sekolah (lembaga pendidikan formal)

c.       Lembaga masyarakat sebagai keseluruhan tata kehidupan dalam Negara baik perseorangan maupun kolektif.


Ketiga lembaga penanggungjawab pendidikan ini disebut oleh Dr.Ki Hajar Dewantara sebagai tri pusat pendidikan. Konsepsi pendidikan manusia Indonesia seutuhnya dan seumur hidup ini merupakan orientasi baru yang mendasar. Ini berarti kebijaksanaan Pendidikan Nasional kita tidak berorientasi kepada system dan teori pendidikan Eropa continental yang diajarkan oleh Prof.Dr.M.J.Langeveld yang mengajarkan adanya batas umur dan batas waktu pendidikan, misalnya : adanya batas-bawah antara 5-6 tahun dan batas-atas antara 18-25 tahun yang dianggap sebagai tingkat kedewasaan (kematangan pribadi). Dengan kebijakan tanpa batas-umur dan batas waktu untuk belajar (sekolah), maka kita mendorong supaya tiap pribadi sebagai subyek yang bertanggungjawab atas pendidikan diri sendiri menyadari bahwa :

  1. Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan hingga manusia meninggal. Asas ini berarti pula memberikan tanggungjawab pendagogis-psikologis kepada orangtua, lebih-lebih ibu yang mengandung untuk membina kandungannya secara psiko-fisis yang ideal.
  2. Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu, artinya tidak ada istilah kata terlambat untuk belajar.
  3. Bahwa belajar atau mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian integral atau merupakan totalitas kehidupan. Jadi, manusia belajar atau mendidik ini, bukanlah sebagai persiapan (bekal) bagi kehidupan (yang akan datang dalam masyarakat), melainkan pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Prinsip pendidikan demikian, memberikan makna bahwa pendidikan adalah tanggungjawab manusia sebaga subyek atas diri sendiri lebih-lebih yang sudah dewasa, supaya terus meningkat, yakni mandiri secara sosial, ekonomis, psikologis, dan etis. Sifat dan derajat inilah yang dimaksud dengan kedewasaan atau kematangan kepribadian.


BAB III

                                                    KESIMPULAN


            Bahwa pendidikan manusia seutuhnya merupakan integritas antara aspek jasmaniah dengan rohaniah, antara akal dengan keterampilan, atau keseimbangan antara head (akal), heart (hati nurani), dan hand (keterampilan), dimana kesemuanya itu saling berasosiasi serta bertujuan untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dengan hakikatnya, yakni seluruh aspek pembawaannya seoptimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA


Hasbullah.Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.2006

Tim Dosen FIP-IKIP Malang.Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan.Surabaya:Usaha Nasional.1988

Tirtarahardja,Umar.S.L.La Sulo.Pengantar Pendidikan.Jakarta:Rineka Cipta.2008

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar teman , karena negara ini bebas berpendapat namun adakala peraturan nya yaitu sopan dan tidak mengandung sara , terimakasih atas partisipasinya :)

 

leave me alone please don't cry Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea