MATAHARI
dalam perjalanan evolusinya sebagai sebuah bintang
menunjukkan sifat-sifat dinamis, baik di lapisan luar (fotosfer, kromosfer,
korona) maupun lapisan dalam. Salah satu keajaiban perilaku evolusi matahari
adalah fenomena siklus aktivitas 11 tahun.
Siklus merupakan perulangan peristiwa yang biasa terjadi di alam.
Siang berganti malam, akibat rotasi bumi pada porosnya. Musim silih berganti
akibat kemiringan poros rotasi bumi terhadap bidang orbitnya mengitari matahari
(ekuator bumi membentuk sudut 23,5 derajat terhadap bidang ekliptika). Dan
matahari ternyata juga memiliki siklus aktivitas.
Berbagai perioda siklus matahari telah diidentifikasi, baik dalam
jangka puluhan maupun ratusan tahun. Salah satu yang mudah diamati adalah
siklus aktivitas 11 tahun. Fenomena ini bahkan sudah diketahui oleh para
pengamat matahari sejak abad ke-17, mengingat metoda yang digunakan sangatlah
sederhana, yaitu menghitung jumlah bintik secara rutin setiap hari.
Adalah seorang Galileo Galilei yang membuat terobosan besar dalam
sejarah pengamatan astronomi. Setelah merampungkan teleskop buatan sendiri
tahun 1610, salah satu benda langit yang menjadi sasaran adalah matahari. Ia
takjub lantaran permukaan matahari dihiasi bintik-bintik hitam secara acak dan
berkelompok. Bila diamati dari hari ke hari ternyata jumlah bintik dalam suatu
kelompok berubah, demikian pula jumlah kelompok bintik secara keseluruhan.
Sayangnya, Galileo tidak melakukan observasi setiap hari dalam
kurun waktu panjang. Karena itu ia bukanlah penemu salah satu misteri akbar
yang menjadi bagian dari evolusi Matahari, yaitu pemunculan bintik mengikuti
suatu pola tertentu atau siklus. Entah secara kebetulan, dalam kurun waktu
tahun 1645 - 1715, pemunculan bintik sangat sedikit. Rentang waktu matahari
dalam kondisi 'tidak aktif' ini disebut sebagai Mauder Minimum. Hal ini pula
yang mungkin menyebabkan fenomena siklus aktivitas matahari tidak diketahui
sebelum tahun 1715.
Satu hal yang menarik, aktivitas matahari minimum itu ternyata
menyebabkan suhu seluruh muka bumi sangat dingin sepanjang tahun. Sungai di
kawasan lintang rendah yang biasanya tidak membeku pun jadi beku, dan salju
menutupi di berbagai belahan dunia. Tak berlebihan bila masa itu disebut Little
Ice Age. Ada bukti-bukti abad es ini pernah terjadi jauh di masa lampau.
Akankah bumi mengalami abad es kembali di masa yang akan datang? Pemahaman
perilaku siklus matahari diharapkan dapat menjawab teka-teki ini.
Siklus Matahari
Pengamatan matahari secara sistematis mulai dilakukan di
Observatorium Zurich tahun 1749, atau lebih dari seabad setelah pengamatan
Galileo. Selama berpuluh-puluh tahun observatorium ini menjadi pelopor dalam
pengamatan Matahari. Dari ketekunan dan jerih payah selama puluhan tahun ini,
akhirnya terungkap pemunculan bintik mengikuti suatu siklus dengan perioda
sekira 11 tahun.
Meski fenomena itu sudah diketahui ratusan tahun silam, perilaku
atau sifat-sifat siklus aktivitas matahari 11 tahun masih merupakan topik
penelitian yang relevan dilakukan oleh para peneliti pada saat ini. Entah dalam
upaya untuk memahami fisika matahari maupun mengaji pengaruhnya bagi lingkungan
tata surya. Khususnya, pengaruh aktivitas itu terhadap lingkungan bumi, yang
lebih pupuler dengan sebutan cuaca antariksa (space weather).
Satu abad kemudian, yaitu tahun 1849, observatorium lainnya (Royal
Greenwich Observatory, Inggris) memulai pengamatan Matahari secara rutin.
Dengan demikian, data dari kedua observatorium tersebut saling melengkapi. Ada
kalanya sebuah observatorium tidak mungkin melakukan pengamatan karena kondisi
cuaca ataupun teleskop dalam perawatan.
Siklus 11 tahun aktivitas matahari merupakan suatu keajaiban alam.
Bagaimana sebenarnya proses pembangkitan siklus 11 tahun itu, hingga kini masih
menjadi topik penelitian menarik bagi para ahli. Dari berbagai studi yang telah
dilakukan, terungkap pembangkitan siklus itu berkaitan dengan proses internal
matahari. Terjadi pada suatu lapisan di bawah fotosfer yang disebut lapisan
konvektif.
Lapisan konvektif mempunyai ketebalan sekira 30 dari jari-jari
matahari. Namun, lapisan ini memunyai peranan penting dalam proses penjalaran
energi yang dibangkitkan oleh inti matahari sebelum dipancarkan keluar dari
fotosfer. Di antara inti dan lapisan konvektif terdapat lapisan radiatif.
Satu-satunya teori yang bisa menjelaskan fenomena siklus 11 tahun
secara tepat adalah teori "Dinamo Matahari" (Solar Dynamo). Seorang
pakar bidang ini, Prof. Hirokazu Yoshimura dari Departemen Astronomi,
Universitas Tokyo, telah melakukan studi intensif proses dinamo matahari melalui
simulasi 3D menggunakan komputer. Begitu ketatnya menjaga kerahasiaan
penelitian yang tengah dilakukan, laboratorium tempat ia bekerja senantiasa
tertutup rapat. Salah seorang staf Matahari Watukosek-LAPAN, Maspul Aini
Kambry, boleh jadi satu-satunya orang Indonesia yang sering berdiskusi di dalam
laboratoriumnya ketika ia mengambil program doktor.
Melalui kerja sama penelitian, mereka berhasil membuktikan adanya
siklus 55 tahun (55 years grand cycle) berdasarkan hasil simulasi dinamo
matahari, yang dikonfirmasi melalui analisis observasi bintik menggunakan data
dari National Astronomical Observatory of Japan (NAOJ). Penemuan yang
dituangkan dalam tesis doktor M.A. Kambry, sempat diekspos salah satu koran
terkemuka Jepang, Yomiuri Shimbun, setelah dipresentasikan dalam suatu
simposium astronomi (tenmon gakkai) di Jepang, 13 tahun silam
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar teman , karena negara ini bebas berpendapat namun adakala peraturan nya yaitu sopan dan tidak mengandung sara , terimakasih atas partisipasinya :)