Entah berapa banyak kejadian yang tak berkenan atau menyebalkan yang harus
kita alami dalam sehari saja. Yang membuat kita kehilangan keceriaan dan
bahagia.
Apalagi kita banyak berada di jalanan atau berhubungan dengan banyak orang
dalam beraktivitas. Sudah menjadi risiko keseharian yang mau tidak mau harus
dihadapi.
Mengalami kejadian-kejadian yang menyebalkan itu pasti akan melelahkan,
tidak menyenangkan hati dan membuat emosi tak stabil.
Ada yang bisa meledak ketika mengalami kejadian dengan menumpahkan amarah.
Tapi ada pula yang harus menahan diri demi menjaga image di tempat kerja. Lalu
melampiaskan emosinya di rumah.
Mengalami kejadian yang tidak menyenangkan hati dan menyebalkan ini setiap
hari bila tanpa ada solusinya atau pengendalian diri, maka lama-kelamaan akan
membuat kita mengalami sakit mental atau stres.
Banyak hal-hal sepele saja seringkali harus membuat kita senewen karena
emosi yang tak terkendali. Menonton sinetron yang pemainnya marah-marah terus
membuat kita dongkol sampai mengeluarkan kata-kata kotor.
Bisa jadi hanya gara-gara sebuah berita di media emosi kita bisa terganggu
atau cuma karena sebuah komentar kritikan di tulisan kita dapat membuat kita
sebal sampai semalaman tidak bisa tidur.
Bahkan mungkin timbul benci sama si komentar. Akhirnya menjadi beban
sepanjang malam. Karena ada ketidak-relaan untuk menerima.
Mengapa emosi kita sedemikian mudah terpancing ke luar atas setiap kejadian
yang tidak menyenangkan itu?
Sebab kita masih memiliki dualiasme senang dan tidak menyenangkan. Hati kita
masih memiliki diskriminasi. Hal yang menyenangkan, membuat kita gembira.
Sebaliknya yang tidak menyenangkan, memancing amarah.
Parahnya lagi hal ini sudah menjadi persepsi, sehingga kita menganggapnya
sebagai hal yang wajar.
Mungkin saja kita akan terbelenggu dalam persepsi ini sepanjang hidup
apabila tidak menemukan sebuah kesadaran pada waktunya.
Kesadaran untuk memperlakukan hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
dengan hati yang sama. Bisa menerima kejadian yang menyenangkan pun tidak
menolak peristiwa yang tidak menyenangkan. Keduanya dirangkul bagaikan sahabat.
Tentu hal ini tidak demikian mudah untuk disikapi. Sebab tembok keakuan yang
menjadi penyebabnya sungguh kokoh untuk dirobohkan. Perlu kesabaran dan
ketekunan dalam mengolah batin kita, sehingga dualisme dapat semakin
diminimalkan.
Dengan meminjam kejadian-kejadian dalam keseharian inilah kita dapat belajar
untuk sedikit demi sedikit menaklukkan tembok keakuan, sehingga kelak wajah
asli kita akan menjadi tuan rumah.
sumber :blogdetik
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar teman , karena negara ini bebas berpendapat namun adakala peraturan nya yaitu sopan dan tidak mengandung sara , terimakasih atas partisipasinya :)